Fai.umsida.ac.id – Kasus terbaru dengan melibatkan seorang guru yang belum lama viral di media sosial memunculkan berbagai persepsi masyarakat tentang profesi guru. Najih Anwar SAg MPd, dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), memberikan pandangannya mengenai tantangan yang dihadapi guru dalam menjaga profesionalisme di era digital, serta cara merespons isu-isu negatif dengan bijak.
Baca Juga:Program Petani Milenial, Se-Darurat Itu Kah Kondisi Pertanian Indonesia?
Pengaruh Media Sosial Terhadap Kasus Yang Telah Viral
Dosen PAI Umsida ini menyoroti pengaruh besar media sosial dalam membentuk persepsi masyarakat tentang profesi guru, khususnya ketika muncul isu-isu yang viral. Menurut Najih, berita tentang guru yang viral sering kali diterima begitu saja oleh masyarakat, tanpa mempertimbangkan validitas informasi tersebut. “Ada kecenderungan masyarakat untuk langsung menerima informasi viral apa adanya, padahal berita itu belum tentu benar,” ungkap Najih.
Menurutnya, situasi ini dapat memberikan dampak negatif terhadap citra guru secara keseluruhan. Meskipun hanya sebagian kecil kasus guru yang menjadi sorotan, dampaknya dirasakan oleh profesi guru secara umum. “Masih banyak guru yang bekerja sesuai dengan profesinya dan memiliki integritas tinggi dalam mengajar. Namun, karena kasus-kasus yang viral, citra mereka ikut terdampak,” jelas Najih. Hal ini menunjukkan bahwa media sosial bisa menjadi pedang bermata dua bagi profesi guru: di satu sisi dapat memberikan apresiasi, di sisi lain dapat menurunkan citra jika informasi yang disampaikan belum tentu benar.
Najih juga menegaskan bahwa di balik profesi guru, terdapat tanggung jawab moral yang tinggi untuk membentuk generasi yang baik. Namun, berita-berita yang kontroversial sering kali mengaburkan usaha guru yang bekerja keras dan berintegritas. “Masyarakat perlu bijak dalam menerima informasi dan memahami bahwa setiap profesi, termasuk guru, tidak bisa digeneralisasi hanya karena kasus tertentu yang viral,” tambahnya.
Tantangan Guru dalam Menjaga Profesionalisme di Era Media Sosial
Najih menjelaskan bahwa tantangan utama yang dihadapi oleh guru saat ini adalah menjaga reputasi dan integritas profesional di tengah derasnya arus informasi dan kritik di media sosial. Guru, sebagai figur publik di masyarakat, sering kali menjadi target kritik dari berbagai pihak, yang terkadang memberikan penilaian tanpa memahami konteks sebenarnya dari suatu isu. “Guru harus menyikapi kritik dengan hati-hati dan menjaga etika dalam berkomunikasi. Media sosial harus digunakan dengan bijak dan sesuai dengan fungsinya,” terang Najih.
Di era digital ini, setiap langkah atau perkataan guru bisa dengan mudah diakses dan dikomentari oleh banyak orang. Oleh karena itu, Najih mengingatkan pentingnya sikap arif dalam bermedia sosial, baik dalam berinteraksi dengan siswa maupun masyarakat umum. Guru dituntut untuk mengelola diri dengan baik di dunia maya maupun nyata agar terhindar dari reaksi berlebihan yang justru dapat merusak citra profesional mereka.
Najih juga menekankan bahwa media sosial dapat menjadi alat yang positif jika digunakan dengan benar. Namun, ketika digunakan tanpa pertimbangan, media sosial bisa menjadi sumber masalah yang merusak reputasi seseorang, termasuk guru. “Guru harus memahami etika bermedia sosial dan berhati-hati dalam setiap tindakan yang mereka lakukan di ruang publik digital,” tambahnya. Integritas dan kehati-hatian dalam berkomunikasi adalah kunci utama untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap profesi guru.
Rekomendasi Respons Guru dan Dukungan Institusi Pendidikan
Menanggapi komentar negatif atau kritik dari masyarakat akibat isu viral, Najih menyarankan agar guru tetap tenang dan merespons dengan sikap profesional. “Guru sebaiknya menahan diri dari reaksi spontan di media sosial. Jika ada isu yang perlu diklarifikasi, lakukanlah dengan bahasa yang sopan dan terbuka,” ujar Najih. Menurutnya, keterbukaan dalam menyelesaikan masalah dapat membantu memperbaiki citra guru di mata publik.
Selain itu, Najih menyoroti pentingnya dukungan institusi pendidikan dalam menghadapi tantangan di era digital ini. Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), misalnya, menyediakan berbagai pelatihan bagi calon guru, termasuk literasi digital, manajemen krisis, dan komunikasi publik. “Umsida berusaha membekali mahasiswa dengan kemampuan yang dibutuhkan, baik melalui kurikulum, kegiatan ormawa, maupun bimbingan karir menjelang wisuda,” jelas Najih. Dengan pembekalan ini, diharapkan calon guru dari Umsida siap menghadapi dunia kerja, termasuk menjaga profesionalisme dalam menghadapi kritik di media sosial.
Najih juga memberikan pesan penting bagi calon guru untuk terus mengembangkan diri, terutama dalam hal literasi digital. Ia menekankan bahwa sikap dan perilaku di dunia maya dan nyata sama-sama memengaruhi persepsi publik. “Calon guru harus memperkuat integritas, menjaga etika profesional, dan memiliki mental yang kuat dalam menghadapi kritik publik,” tambahnya. Menurut Najih, kecintaan pada profesi guru harus terus dipupuk, karena hal ini akan berdampak positif pada perilaku dan sikap seorang guru dalam bekerja.
Baca Juga:Benarkah Motivasi Belajar PAI di Sekolah Negeri Rendah?, Ini Kata Dosen FAI Umsida
Dengan pandangan dan nasihat dari dosen FAI Umsida ini, diharapkan para guru dapat memahami pentingnya menjaga citra profesional di tengah pengaruh besar media sosial. Sebagai pilar pendidikan, guru diharapkan mampu menghadapi era digital ini dengan sikap yang bijak dan profesional, sehingga tetap menjadi sosok yang dihormati dan dipercaya oleh masyarakat.
Sumber:Najih Anwar SAg MPd
Penulis:AHW