Risiko Pembatalan Sepihak COD dan Perlindungan Penjual dalam Perspektif Ekonomi Syariah

Fai.umsida.ac.id – Sistem pembayaran Cash on Delivery (COD) di marketplace masih menjadi pilihan utama sebagian besar konsumen di Indonesia. Metode ini dipandang lebih aman karena pembayaran baru dilakukan setelah barang diterima.

Baca Juga: KKN-T Umsida Kelompok 28 Wujudkan Ketahanan Pangan Berbasis Pesantren di MBS Lajuk Porong

Namun, di balik popularitasnya, COD menghadirkan tantangan serius bagi pelaku usaha, terutama terkait praktik pembatalan sepihak yang kerap merugikan penjual. Fenomena ini tidak hanya berdampak pada keberlanjutan usaha, tetapi juga menimbulkan persoalan hukum dan etika dalam transaksi ekonomi digital.

Pembatalan Sepihak dan Dampaknya bagi Pelaku Usaha

Kasus yang dialami JM-Speed Shop, penjual aksesoris motor di Bondowoso, mencerminkan permasalahan nyata di lapangan. Pemilik toko mengungkapkan tidak jarang barang yang sudah dikirim melalui ekspedisi batal diterima pembeli dengan alasan beragam, mulai dari barang dianggap terlambat, tidak sesuai pesanan, hingga sekadar perubahan keinginan konsumen.

Kondisi ini menimbulkan kerugian ganda. Penjual tetap menanggung biaya pengemasan dan ongkos kirim, sementara barang kembali tanpa menghasilkan pemasukan. “Kalau pembatalannya sepihak, kami yang rugi. Ongkos kirim tidak kembali, tenaga terbuang, dan stok jadi tidak berputar cepat,” ujar pemilik JM-Speed Shop.

Dalam konteks ekonomi syariah, praktik semacam ini bertentangan dengan prinsip akad jual beli yang mengutamakan kerelaan (taradhi) dan keadilan (al-‘adl). Jika salah satu pihak menanggung kerugian tanpa alasan yang sah, maka transaksi menjadi tidak seimbang dan berpotensi merusak keberlangsungan usaha kecil.

Perspektif Ekonomi Syariah terhadap COD

Dari sisi hukum Islam, jual beli COD sejatinya diperbolehkan selama memenuhi syarat sah akad: adanya penjual, pembeli, barang, dan kesepakatan harga. Namun, ketika pembatalan dilakukan secara sepihak tanpa musyawarah, maka akad tersebut dianggap tidak adil. Islam menekankan prinsip la dharar wa la dhirar (tidak boleh saling merugikan).

Dalam kerangka perbankan syariah, COD dapat dianalogikan dengan sistem pembiayaan berbasis kepercayaan. Bank syariah menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential) untuk meminimalisasi risiko gagal bayar. Demikian pula dalam COD, diperlukan aturan yang jelas untuk melindungi penjual dari kerugian akibat pembatalan sepihak. Tanpa perlindungan hukum dan edukasi konsumen, COD bisa berubah menjadi praktik yang merugikan salah satu pihak.

Para peneliti menegaskan perlunya kebijakan tambahan dari marketplace maupun pemerintah. Regulasi ini penting agar tanggung jawab lebih proporsional. Misalnya, pembeli yang membatalkan pesanan setelah barang dikirim dapat diwajibkan menanggung sebagian ongkos kirim. Dengan demikian, beban kerugian tidak sepenuhnya jatuh pada penjual.

Strategi Perlindungan dan Edukasi Pelaku Usaha

Untuk mengantisipasi kerugian, JM-Speed Shop menerapkan kebijakan retur dengan bukti video unboxing. Hal ini bertujuan memastikan pembeli hanya bisa mengembalikan barang jika terbukti ada cacat produksi atau ketidaksesuaian pesanan. “Kalau memang salah dari pihak kami, tentu kami terima. Tapi kalau pembeli sekadar berubah pikiran, itu tidak adil. Makanya aturan retur harus jelas,” tegas pemilik.

Pendekatan semacam ini selaras dengan prinsip keadilan dalam ekonomi Islam, di mana hak dan kewajiban kedua belah pihak harus dijaga. Transparansi, komunikasi yang baik, serta adanya kontrak digital yang lebih rinci dapat membantu meminimalisasi risiko.

Selain itu, edukasi kepada konsumen juga sangat penting. Literasi keuangan dan pemahaman etika bertransaksi perlu diperkuat, terutama di era digital. Konsumen perlu disadarkan bahwa pembatalan sepihak bukan sekadar tindakan kecil, melainkan berdampak besar pada keberlangsungan usaha, khususnya bagi UMKM.

Dari sisi akademik, fenomena ini menjadi refleksi penting bagi pengembangan kurikulum perbankan syariah di perguruan tinggi, termasuk di Umsida. Mahasiswa perlu memahami dinamika jual beli modern seperti COD, sehingga kelak dapat merumuskan solusi inovatif berbasis syariah untuk menjaga keseimbangan pasar.

Menuju Sistem COD yang Lebih Adil

Meski penuh tantangan, COD tetap memiliki potensi besar dalam memperluas pasar. Dengan dukungan regulasi, edukasi, dan inovasi, metode ini bisa terus eksis tanpa mengorbankan keadilan. Dalam perspektif syariah, perlindungan terhadap penjual sejalan dengan tujuan maqashid syariah, yakni menjaga harta (hifz al-mal) dan menciptakan kemaslahatan bersama.

Baca Juga: 11 Perusahaan Berikan Edukasi dan Kesempatan Kerja di Job Fair Umsida 2025

Harapannya, marketplace dan regulator dapat memperkuat aturan mengenai COD, termasuk sanksi terhadap pembatalan sepihak. Dengan demikian, transaksi digital dapat berlangsung sehat, adil, dan sesuai prinsip syariah.

“Ke depan, kami berharap ada aturan jelas dari platform e-commerce tentang tanggung jawab pembeli. Dengan begitu, kami sebagai penjual tidak lagi merasa dirugikan,” pungkas pemilik JM-Speed Shop dengan nada optimistis.

Sumber:
Prasetyo, Hadi Iwan; Syafi’i, Muhammad; Istikomah. Tinjauan Hukum Islam Tentang Perlindungan Penjual dalam Sistem Jual Beli Cash on Delivery (COD) dalam Aplikasi Shopee (Studi Kasus Penjual Aksesoris Motor JM-Speed Shop di Kabupaten Bondowoso). Jurnal Pemberdayaan Ekonomi dan Masyarakat, Vol. 1, No. 1, 2024, hlm. 1–10.

 

Berita Terkini

Pembekalan PLP I 2025, Meningkatkan Kesiapan Mahasiswa FAI Umsida di Dunia Pendidikan
August 25, 2025By
Disability Festival 2025 Satukan Langkah untuk Sidoarjo Kreatif dan Inovatif
August 24, 2025By
Reuni Akbar dan Silaturahmi Ma’had Umar bin Al-Khattab Umsida Hadirkan Syekh Dari Mesir
August 23, 2025By
HIMA PBA Umsida Gelar Study Banding Dengan UINSA, Perkuat Kepemimpinan dan Ukhuwah
August 22, 2025By
Kemahasiswaan FAI Umsida Tekankan Pentingnya Guru Beradaptasi dengan Teknologi
August 20, 2025By
KKN-T Umsida Kelompok 28 Wujudkan Ketahanan Pangan Berbasis Pesantren di MBS Lajuk Porong
August 19, 2025By
Ketua BEM FAI Umsida Tekankan Peran Ormawa FAI dalam Meningkatkan Eksistensi dan Loyalitas
August 18, 2025By
Kaprodi S2 MPI Umsida Tekankan Pentingnya Guru Beradaptasi dengan Perubahan Zaman
August 17, 2025By

Prestasi

Ketua BEM FAI Umsida Akan Hadiri Konvensyen Mahasiswa Pengajian Islam Antarabangsa 2025 di UniSZA Malaysia
August 5, 2025By
Teguhkan Semangat Menjadi Guru yang Bermanfaat, Aisyah Aulia Dewi Jadi Wisudawan Terbaik 45 Prodi PGMI Umsida
August 3, 2025By
Ikhlas dan Istiqamah Jadi Kunci Moch Chafid Dhuhah Raih IPK 3,94 dan Gelar Wisudawan Terbaik Prodi PAI
July 30, 2025By
Iqbal Wi’an, Wisudawan Terbaik FAI Umsida Yang Buktikan Keterbatasan Tak Halangi Prestasi
July 28, 2025By
Mahasiswa FAI Umsida Borong Juara di Pencak Silat Malang Championship 5
July 25, 2025By
Tim PKM FAI Umsida Lolos Pendanaan Nasional dengan Inovasi Etika Islami untuk Kendalikan Ghibah di Sekolah
July 22, 2025By
Doktor Baru FAI Umsida Perkuat Inovasi Pembelajaran PAI Era Digital
July 5, 2025By
Kembali Juara! Mahawira Peroleh Medali Perunggu di Kumite Piala Gubernur Jatim II 2025
June 25, 2025By

Penelitian

Abdimas FAI Umsida Kembangkan PAUD Aisyiyah Wonoayu melalui Model Flipped Classroom
May 6, 2025By
Tim Abdimas FAI Umsida Lakukan Pelatihan Marketing Untuk Memberdayakan Unit Usaha Wakaf Produktif
September 11, 2024By
Bahas Psikologi Belajar, Dosen FAI Umsida Lakukan Abdimas Internasional di Malaysia
September 4, 2024By
Abdimas Internasional di PCIM Malaysia, Dosen Pesya FAI UMSIDA Lakukan Literasi Keuangan Bersama PMI
September 3, 2024By
Para Orang Tua ABK Ikuti Sosialisasi Penelitian Website Theraphy Al-Qur’an Bersama PAI Umsida
September 2, 2024By
Dosen PGMI Umsida Berikan 7 Tips Untuk Guru Agama Islam di Masa Transisi Endemi
August 19, 2024By