Fai.umsida.ac.id – Transformasi digital di dunia pendidikan memunculkan tren baru: pembelajaran hybrid. Model ini menggabungkan sistem tatap muka dengan metode daring yang fleksibel, adaptif, dan semakin diminati oleh berbagai institusi pendidikan. Dalam program Mozaik Indonesia yang disiarkan oleh KBRN Surabaya pada Kamis (6/6/2025).
Baca Juga: Peneliti Umsida Manfaatkan Tanaman Pionir Sebagai Agen Fitoekstraksi di Lumpur Sidoarjo
pembelajaran hybrid dikupas dari berbagai perspektif, termasuk sudut pandang teknologi dan nilai-nilai spiritual dalam Pendidikan Agama Islam.
Pembelajaran Hybrid: Keniscayaan di Era Digital
Prof Dr Mustaji MPd, Guru Besar Universitas Negeri Surabaya sekaligus pakar teknologi pendidikan, menegaskan bahwa pembelajaran hybrid bukan lagi pilihan alternatif, melainkan sebuah keniscayaan di era digital. Ia menyampaikan bahwa sistem ini memungkinkan proses pembelajaran yang lebih personal, fleksibel, dan mampu menjangkau lebih banyak lapisan masyarakat.
“Di tengah perubahan cepat akibat kemajuan teknologi, model hybrid dinilai mampu menjawab kebutuhan zaman sekaligus menjadi jembatan untuk membekali generasi muda dengan keterampilan masa depan,” ujarnya.
Menurut Mustaji, pendekatan hybrid tidak hanya sekadar memadukan teknologi dan pembelajaran konvensional, namun juga memberi ruang bagi peserta didik untuk belajar sesuai kecepatan dan gaya masing-masing. “Kita sedang berbicara tentang model pendidikan yang mendukung pengembangan soft skill seperti berpikir kritis, kolaborasi digital, dan literasi teknologi,” tambahnya.
Paradigma baru dalam pendidikan ini tentu menuntut kesiapan menyeluruh dari semua pihak, mulai dari pendidik, institusi, hingga kebijakan pemerintah. Kebutuhan akan inovasi menjadi keharusan agar sistem pembelajaran tetap relevan dan efektif.
Dosen PAI Umsida: Teknologi Harus Bersanding dengan Nilai Spiritual
Senada dengan itu, Nur Maslikhatun Nisak SPdI MPdI., dosen Program Studi Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (FAI Umsida), turut menyoroti sisi penting yang kerap luput dalam pembahasan pembelajaran hybrid, yakni integrasi nilai spiritual dan etika. Saat ini, Nisak juga sedang menempuh studi doktoral di UIN Sunan Ampel Surabaya.
Menurutnya, pembelajaran hybrid dalam konteks Pendidikan Agama Islam harus mampu memadukan pendekatan teknologi dengan muatan afektif dan religius. “Keterampilan masa depan tidak hanya terbatas pada penguasaan teknologi dan komunikasi digital, tetapi juga mencakup kemampuan berpikir reflektif, empati, serta kesadaran sosial dan religius,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa investasi institusi pendidikan tidak boleh berhenti pada penyediaan infrastruktur digital saja, tetapi juga harus diarahkan pada peningkatan kompetensi guru dalam menggunakan teknologi secara bijak dan bermakna.
“Dalam Islam, manusia yang adaptif adalah mereka yang mampu menggunakan teknologi sesuai fungsinya dan tidak terlepas dari nilai-nilai kebaikan,” tutur Nisak. Oleh karena itu, lanjutnya, tantangan pembelajaran hybrid bukan hanya soal teknis, tetapi bagaimana teknologi dapat digunakan untuk mendukung pendidikan karakter yang utuh.
Pendidikan Hybrid Harus Menjaga Dimensi Karakter
Dalam penutupnya, Nur Maslikhatun Nisak menekankan pentingnya menjaga dimensi afektif dan spiritual dalam setiap proses pembelajaran. “Teknologi itu alat bantu, bukan pengganti. Maka adab harus tetap diutamakan. Jangan sampai kemajuan teknologi menjauhkan pendidikan dari tujuan utama: membentuk manusia yang berakhlak mulia,” tegasnya.
Ia menilai bahwa pembelajaran hybrid di lingkungan pendidikan agama harus tetap menempatkan karakter sebagai inti. Melalui pendekatan yang integratif, ia optimis bahwa pengembangan pendidikan berbasis teknologi tetap dapat berjalan selaras dengan penguatan nilai-nilai spiritual.
Baca Juga: Mahasiswa PAI Umsida Kunjungi Rumah Tahfidz Bayt Al Fath untuk Pembelajaran Luar Sekolah
Dengan hadirnya dosen-dosen muda yang adaptif seperti Nur Maslikhatun Nisak, FAI Umsida menunjukkan komitmennya dalam menjawab tantangan pendidikan modern dengan tetap berpijak pada nilai-nilai luhur Islam. Perpaduan antara inovasi teknologi dan kedalaman spiritual inilah yang akan menjadi fondasi kuat dalam menyiapkan generasi emas Indonesia.
Penulis: Akhmad Hasbul Wafi