Fai.umsida.ac.id — Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) menggelar Visiting Lecturer internasional bertajuk Islamic Dawah in the Digital Multicultural Era Insights from Indonesia and Malaysia pada Senin, 22 Desember 2025, pukul 07.00 WIB hingga selesai, bertempat di Aula Mas Mansyur lantai 7 GKB 2 Umsida.
Baca Juga: Masuk Bulan Rajab, Adakah Puasa Khusus untuk Bulan Ini
Forum akademik lintas negara ini menghadirkan narasumber dari Malaysia dan Indonesia untuk membahas strategi dakwah Islam di ruang digital sekaligus tantangannya dalam masyarakat multikultural, dengan penguatan jejaring keilmuan FAI Umsida melalui diskusi dan pertukaran perspektif.
Kegiatan ini menghadirkan Prof Madya Dr Zawawi bin Yusoff dari Universiti Sultan Zainal Abidin Malaysia dan Farikh Marzuqi Ammar Lc MA dosen PBA Umsida sebagai narasumber. Sesi diskusi dipandu oleh Moch Bahak Udin By Arifin MPdI Kaprodi PAI Umsida sebagai moderator, dengan partisipasi sivitas akademika FAI Umsida yang terdiri dari unsur pimpinan, para kaprodi, dosen, dan mahasiswa.
Forum lintas negara memperkuat kolaborasi dan pembelajaran
Melalui Visiting Lecturer ini, FAI Umsida menegaskan komitmen untuk membuka ruang akademik yang melampaui batas geografis. Dalam pengantar acara, disampaikan bahwa agenda visiting lecture tidak dipahami sebagai kegiatan satu kali, melainkan bagian dari proses pembelajaran dan kolaborasi yang lebih panjang.
“Visiting lecture itu bukan cuma satu hari tetapi proses ini dimulai baik online maupun langsung secara luring,” disampaikan dalam pembukaan kegiatan, seraya menekankan pentingnya keterlibatan aktif mahasiswa dan dosen dalam diskusi lintas perspektif Indonesia dan Malaysia.
Kehadiran narasumber Malaysia juga memperkaya pemahaman audiens mengenai perbedaan konteks sosial budaya, bahasa, dan orientasi dakwah yang memengaruhi cara pesan keislaman diproduksi dan disebarluaskan. Dalam forum ini, perbedaan diposisikan sebagai bahan belajar bersama, bukan sebagai jarak yang memisahkan.
Dalam sesi moderator, mahasiswa didorong untuk tidak sekadar menjadi pendengar, tetapi mengambil peran dalam menghidupkan ruang tanya jawab dan memperluas sudut pandang. Atmosfer akademik yang terbuka ini selaras dengan tujuan forum, yakni membangun kapasitas dakwah yang adaptif sekaligus tetap berpijak pada nilai Islam berkemajuan.
Narasumber UniSZA menyoroti lompatan teknologi dan konsekuensinya
Prof Madya Dr Zawawi bin Yusoff menempatkan dakwah sebagai proses panjang yang sejak awal selalu terkait dengan medium komunikasi. Ia menguraikan perkembangan cara dakwah dari lisan, pertemuan langsung, hingga surat menyurat pada masa awal Islam, lalu membandingkannya dengan kondisi hari ini ketika pesan dakwah dapat menjangkau lintas benua hanya dalam hitungan detik.
Ia menekankan bahwa perkembangan teknologi membuat arus informasi melaju sangat cepat dan “dunia ini sudah mengecil” karena pesan dapat tersebar luas secara instan.
Namun, ia juga menegaskan bahwa teknologi bukan selalu membawa manfaat bila tidak disertai literasi dan tanggung jawab. Dalam pemaparannya, ia mengingatkan bahwa perkembangan media modern turut membawa ancaman bagi nilai, akhlak, bahkan cara pandang umat, terutama ketika konten yang masif tidak berpihak pada pembentukan karakter Islami.
Meski demikian, ia menolak menyalahkan teknologinya. Salah satu poin kuncinya adalah penegasan bahwa masalah utama terletak pada pengguna, bukan alatnya. “Teknologi ini bukan dia yang salah tetapi yang menggunakannya itu,” ujarnya, sembari menekankan bahwa manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas bagaimana teknologi dipakai.
Dari sini, ia mengarah pada kesimpulan strategis bahwa teknologi harus direbut sebagai wasilah dakwah, bukan ditinggalkan. Dengan kata lain, tantangan digital tidak dijawab dengan menjauh dari ruang digital, tetapi dengan menguatkan kapasitas produksi pesan dakwah yang cerdas, etis, dan efektif.
Perspektif Indonesia memperkaya strategi dakwah digital yang relevan
Dalam rangkaian acara, narasumber dari Indonesia Farikh Marzuqi Ammar Lc MA dijadwalkan memaparkan dinamika dakwah digital di Indonesia, termasuk perkembangan pascapandemi dan perubahan perilaku audiens. Moderator juga menggarisbawahi bahwa sesi ini dirancang untuk memberi mahasiswa gambaran dakwah masa kini dan masa yang akan datang, sehingga pembelajaran tidak berhenti pada teori, tetapi terhubung dengan realitas sosial.
Dengan menghadirkan dua konteks negara, forum ini memberi peluang untuk menyusun peta isu yang lebih utuh, mulai dari cara memilih medium dakwah yang tepat, membangun pesan yang sensitif terhadap keberagaman, hingga merespons tantangan arus informasi yang sering kali lebih cepat daripada proses verifikasi.
Secara strategis, Visiting Lecturer ini memperkuat posisi FAI Umsida sebagai ruang akademik yang aktif membangun jejaring internasional dan menyiapkan mahasiswa menghadapi tantangan dakwah kontemporer. Tidak cukup hanya memahami dalil dan metode klasik, kader dakwah di era digital juga dituntut menguasai literasi media, etika komunikasi, dan kemampuan membangun dialog lintas budaya secara produktif.
Baca Juga: Sabet 3 Penghargaan di Anugerah Diktisaintek, Umsida Buktikan Konsistensi Kinerja Akademik
Melalui forum ini, FAI Umsida menegaskan arah pengembangan keilmuan yang bukan hanya berorientasi lokal, tetapi juga terkoneksi dengan diskursus regional, terutama dalam isu dakwah digital di masyarakat multikultural.
Penulis: Akhmad Hasbul Wafi























