Fai.umsida.ac.id – Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) menghadirkan visiting lecture bersama Fajar Rachmadhani Lc MHum PhD pada Senin 29 Desember 2025.
Baca Juga:Ustadz Farikh Marzuqi Ammar Tekankan Fiqh Dakwah Digital Pada Visiting Lecturer FAI Umsida 2025
Anggota Majelis Tabglih PP Muhammadiyah ini mengajar di kelas mata kuliah Ushul Fikih untuk mahasiswa PAI semester 7 guna memperkuat pemahaman metodologi istinbath ketika menghadapi potensi pertentangan makna teks Al Quran dan Hadith melalui pemaparan konseptual sekaligus diskusi kasus secara terarah.
Menguatkan Nalar Ushul Fikih di Kelas
Kehadiran Fajar Rachmadhani menjadi bagian dari penguatan atmosfer akademik di lingkungan Prodi PAI FAI Umsida, khususnya pada mata kuliah Ushul Fikih yang menuntut ketelitian logika, ketajaman membaca dalil, dan disiplin metodologis. Dalam kapasitasnya sebagai Ka Prodi PAI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta serta anggota Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, ia membawa perspektif akademik dan praksis tarjih yang relevan bagi mahasiswa yang sedang menuntaskan tahap lanjut perkuliahan.
Secara administratif, pelaksanaan pengajaran tamu ini juga didukung surat penugasan resmi dari Fakultas Studi Islam dan Peradaban UMY untuk kegiatan pengajaran di Umsida pada mata kuliah Ushul Fikih tanggal 29 Desember 2025.
Dosen pengampu mata kuliah, Dzulfikar, menilai sesi ini penting karena mahasiswa semester atas tidak cukup hanya menghafal istilah ushul, namun harus mampu mengoperasikan kaidah saat berhadapan dengan ragam teks. Dzulfikar yang berasal dari Sepanjang dan pernah menempuh pendidikan di Umsida melalui Ma had Umar bin Khattab juga menekankan bahwa forum dosen tamu seperti ini membuat mahasiswa melihat tradisi akademik Muhammadiyah sebagai jejaring keilmuan yang hidup.
Membedah Taarudh Al Nash dari Teori ke Praktik
Materi inti yang dibahas adalah Taarudh Al Nash, yakni pembahasan ushul fiqih tentang cara menyikapi ketika ditemukan indikasi pertentangan makna antar teks, baik antar ayat, antar hadith, maupun antara ayat dan hadith. Dalam penyampaiannya, pemateri menekankan bahwa langkah pertama bukan langsung menyimpulkan kontradiksi, tetapi memastikan konteks, cakupan makna, dan kemungkinan kompromi.
Dalam kelas, mahasiswa diajak memahami alur berpikir metodologis mulai dari upaya mengompromikan makna, mempertimbangkan pengkhususan dan pembatasan, hingga menilai aspek kronologi dan kekuatan dalil sesuai kaidah yang dipelajari di Ushul Fikih. Dzulfikar merangkum poin penting materi tersebut dengan penegasan praktis, “Materi yang dibawakan berfokus pada Taarudh Al Nash, yaitu metode ketika ditemukan pertentangan makna dalam teks Al Quran dan Hadith, sehingga mahasiswa punya pijakan langkah demi langkah saat membaca dalil.”
Diskusi kelas berlangsung dinamis karena mahasiswa tidak hanya menerima paparan, tetapi juga diajak menguji nalar ushul melalui contoh kasus yang memerlukan ketelitian membedakan mana yang tampak bertentangan dan mana yang sebenarnya bisa dipahami melalui pendekatan jam u tathbiq kaidah.
Kolaborasi Kampus dan Mahasiswa Internasional
Kelas visiting lecture ini juga diikuti oleh lima mahasiswa Universiti Sultan Zainal Abidin Unisza yang sedang menjalani program student exchange. Kehadiran mereka memperluas spektrum diskusi karena pembacaan ushul fiqih dapat dibandingkan lintas tradisi akademik dan kultur pembelajaran.
Salah satu mahasiswa peserta pertukaran, Ahmad Farish Irfan bin Ahmad Nazrul, menyampaikan antusiasmenya mengikuti perkuliahan di Umsida. “Saya merasa beruntung bisa bergabung di kelas Ushul Fikih ini. Pembahasan tentang Taarudh Al Nash membantu saya melihat cara yang lebih sistematis ketika ada teks yang tampak berbeda makna. Diskusinya juga terbuka dan membuat saya lebih percaya diri membaca dalil dengan kaidah,” ujarnya.
Melalui keterlibatan mahasiswa internasional dan penguatan jejaring dosen tamu, kelas PAI semester 7 tidak hanya memperoleh tambahan wawasan konseptual, tetapi juga pengalaman akademik yang menegaskan pentingnya disiplin metode dalam studi Islam. Di titik ini, Ushul Fikih tidak lagi hadir sebagai hafalan istilah, melainkan sebagai perangkat berpikir yang membentuk kehati hatian ilmiah, kedewasaan analisis, dan ketegasan argumentasi dalam memahami nash.
Baca Juga: Push Latihan Hingga Diet Ekstrim, Atlet Ini Berhasil Raih Juara 1 Nasional
Jika naskah ini akan dipublikasikan, pastikan kutipan langsung dari mahasiswa Unisza benar benar sesuai ucapan narasumber di lapangan agar tidak menjadi titik lemah kredibilitas berita.
Penulis: Akhmad Hasbul Wafi























