Fai.umsida.ac.id— Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) menggelar Visiting Lecturer internasional bertema Islamic Da’wah in the Digital Multicultural Era Insights from Indonesia and Malaysia pada Senin, 22 Desember 2025, pukul 07.00 WIB hingga 11.30 di Aula Mas Mansyur lantai 7 GKB 2 Umsida.
Baca Juga: Visiting Lecturer FAI Umsida 2025 Bahas Dakwah Islam Digital di Era Multikultural
Kegiatan akademik lintas negara ini menghadirkan Prof Madya Dr Zawawi bin Yusoff dari Universiti Sultan Zainal Abidin (UniSZA) Malaysia sebagai narasumber utama, dengan moderator Moch Bahak Udin By Arifin MPdI (Kaprodi PAI Umsida), untuk membedah penguatan dakwah Islam melalui pengokohan personaliti pendakwah dalam lanskap digital dan masyarakat multikultural.
Prof Zawawi UniSZA Bedah Faktor Pembinaan Personaliti Pendakwah
Dalam pemaparannya, Prof Zawawi menempatkan isu “psikologi dakwah” sebagai fondasi yang menentukan daya pengaruh pendakwah di ruang publik, terutama saat pesan agama berkompetisi ketat dengan arus konten digital. Ia menegaskan bahwa pembahasan personaliti pendakwah memang bertolak dari personaliti manusia secara umum, tetapi memiliki kekhususan karena beban misi dakwah yang tidak ringan dan menuntut ketahanan karakter.
Melalui materi Faktor-faktor Pembinaan dan Pengukuhan Personaliti Pendakwah, Prof Zawawi memetakan faktor pembentuk personaliti dari dua sisi, yakni faktor dalaman dan faktor luaran. Namun, ia memberi penekanan bahwa personaliti pendakwah tidak cukup dibiarkan terbentuk secara alamiah tanpa perhatian khusus dan pembinaan yang sistematis. Menurutnya, personaliti pendakwah perlu dijaga sejak lingkup terdekat—keluarga—hingga dukungan struktural yang lebih luas, agar pendakwah merasa “gembira” dan bertanggung jawab terhadap tugas dakwahnya.
Ia juga menggarisbawahi karakter yang perlu ditumbuhkan pada pendakwah, yaitu kepribadian yang kuat, berpengaruh, memiliki tekad yang teguh, dan keberanian yang mengarah pada sosok pendakwah yang berjiwa pemimpin. Titik tekannya jelas: kepemimpinan bukan aksesori, melainkan kompetensi yang bisa dibentuk melalui latihan dan pengamalan yang konsisten.
Media dan Perang Psikologi Tantangan Dakwah Digital
Salah satu bagian penting yang disorot Prof Zawawi adalah realitas “perang psikologi” di era media. Ia menggambarkan bahwa hambatan dakwah hari ini tidak selalu berupa perdebatan terbuka, melainkan rintangan psikologis yang dapat melemahkan semangat pendakwah, menggoyahkan keyakinan, dan membuat pendakwah ragu mengambil keputusan yang tegas. Dalam konteks ini, media dengan daya sebar luas—terutama yang antagonis terhadap Islam—dapat memainkan peran besar dalam membentuk persepsi, memelintir narasi, hingga menekan mental pendakwah.
Karena itu, Prof Zawawi menilai penguatan personaliti bukan sekadar proyek pengembangan diri, tetapi strategi dakwah. Personaliti yang kuat membuat pendakwah mampu memindahkan gagasan secara menarik, kuat, dan berpengaruh. Ia memberi pesan implisit kepada audiens bahwa kekuatan pesan dakwah sering kali bertumpu pada kekuatan pembawanya: pendakwah harus terlebih dahulu menanamkan kekuatan itu dalam dirinya, lalu mengembangkannya terus-menerus.
Dalam forum ini, Prof Zawawi juga menautkan penguatan personaliti dengan keteladanan Rasulullah SAW yang membina para sahabat secara psikologis—menutup kekurangan, menguatkan kelemahan, dan membentuk keberanian—hingga mereka mampu menyebarkan dakwah tanpa tunduk selain kepada Allah.
Pendakwah Merdeka Secara Intelektual Bukan Pak Turut
Menutup rangkaian gagasannya, Prof Zawawi menekankan pentingnya kemerdekaan dan pembebasan intelektual. Ia menolak model pendakwah yang menjadi “pak sanggup” atau sekadar pengikut yang mudah ditarik ke berbagai arah. Pendakwah, menurutnya, harus memiliki personaliti tersendiri, tidak bergantung pada pengaruh luar, dan tidak membangun sikap keagamaan yang sekadar ikut-ikutan tanpa pijakan ilmu.
Pesan ini relevan dengan tema besar visiting lecturer yang berbicara tentang dakwah digital dan masyarakat multikultural. Di ruang digital, pendakwah dituntut memiliki nalar yang jernih, prinsip yang kuat, serta kemampuan membaca psikologi audiens dan dinamika media. Dalam konteks multikultural, keteguhan personaliti juga harus dibarengi keluwesan berkomunikasi agar dakwah tidak jatuh menjadi pemaksaan, melainkan hadir sebagai pencerahan yang beradab.
Baca Juga: Abdimas Umsida Raih Gold Winner Diktisaintek 2025, Bukti Dampak Nyata ke Masyarakat
FAI Umsida melalui visiting lecturer ini menegaskan komitmennya memperkuat jejaring akademik internasional sekaligus memperluas perspektif mahasiswa tentang dakwah kontemporer. Sebagaimana disampaikan dalam pengantar kegiatan, visiting lecture diposisikan bukan hanya kegiatan satu hari, melainkan proses pembelajaran yang bisa berlangsung melalui ruang daring maupun luring.
Penulis: Akhmad Hasbul Wafi























