Fai.umsida.ac.id – Dalam semangat memperkuat kontribusi intelektual mahasiswa terhadap pembangunan daerah hingga nasional dan peran sosial, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Agama Islam (BEM FAI) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo menyelenggarakan Seminar Nasional bertajuk “Mahasiswa Merdeka, Daerah Berdaya”, Sabtu (21/6/2025).
Baca Juga:FAI Umsida Gelar Seminar Internasional: Tekankan Pentingnya Strategi Dalam Bahasa Arab
Bertempat di Aula Mas Mansyur GKB 2 lantai 7 Kampus 1 Umsida, kegiatan ini menjadi panggung reflektif sekaligus inspiratif bagi mahasiswa untuk menelaah ulang peran mereka sebagai agen perubahan di era digital.
Kegiatan ini dimoderatori oleh M Ghulam Saifulloh dari Departemen Luar Negeri BEM FAI dan dihadiri puluhan peserta dari kalangan mahasiswa FAI dan fakultas lain di lingkungan Umsida. Acara menghadirkan tiga pemateri inspiratif yakni Rafly Rayhan Al-Khajri SH (eks Presiden Mahasiswa UB 2023), A Navis El-Zuhdi STrP (Sekretaris Jenderal MWA IPB 2024), dan M Dipo Latief (Menteri Dalam Negeri BEM Umsida 2024-2025). Ketiganya berbagi perspektif tentang strategi konkret mahasiswa dalam menjawab tantangan masyarakat lokal melalui gerakan yang terstruktur.
Mahasiswa Sebagai Kekuatan Kolektif Nasional
Ketua BEM FAI Umsida, M. Ahnaf Haqqani Yafi, dalam sambutannya mengungkapkan pentingnya forum intelektual seperti seminar nasional ini dalam menyadarkan kembali posisi mahasiswa sebagai kekuatan perubahan. Ia menekankan bahwa mahasiswa memiliki tanggung jawab sosial yang besar, terlebih di tengah cepatnya arus informasi dan tantangan global.
“Mahasiswa bukan hanya menimba ilmu untuk diri sendiri, tetapi juga bertugas menjadi motor penggerak perubahan di masyarakat. Kegiatan ini diharapkan membuka kesadaran kita untuk tidak sekadar menjadi penonton atas realita sosial, tapi menjadi pelaku yang mampu memberi solusi,” tegas Ahnaf.
Senada dengan itu, Zailif selaku perwakilan ketua pelaksana menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung terselenggaranya acara ini. Ia menekankan bahwa kolaborasi antara panitia, pemateri, dan peserta adalah bentuk nyata praktik nilai gotong royong dalam dunia kemahasiswaan.
“Semoga semangat yang terbangun hari ini bisa menjadi pemantik untuk gerakan nyata setelah seminar usai,” ujar Indra.
Dari Cerita Inspiratif ke Gerakan Nyata
Sesi utama diisi oleh pemaparan dari tiga tokoh muda inspiratif. A Navis EL-Zuhdi StrP, yang pernah menjabat sebagai Sekjend MWA IPB 2023, berbagi pengalaman bagaimana ia memulai dari kampung kecil hingga aktif dalam advokasi sosial di kota besar. Ia mengisahkan momen penting ketika melihat anak kecil menjajakan kue di lingkungan kampus sebagai titik balik dalam hidupnya untuk bergerak nyata di ranah sosial.
“Kita sering berpikir harus pergi jauh untuk mengabdi, padahal sekitar kita pun masih banyak yang membutuhkan. Perubahan bisa dimulai dari hal-hal kecil di dekat kita,” tegas Navis dalam paparannya.
Sementara itu, Ex Presma UB 2023 membahas peran mahasiswa dalam isu pemberdayaan perempuan dan pendidikan inklusif. Ia menyampaikan pentingnya keberanian mahasiswa untuk melibatkan diri dalam isu-isu marginal yang selama ini luput dari perhatian arus utama.
“Kalau bukan kita yang menyuarakan kelompok lemah, siapa lagi? Mahasiswa harus hadir di ruang-ruang sosial dengan empati dan pengetahuan,” tutur Royhan.
Pemateri ketiga, M Dipo Latief, menyampaikan strategi pengorganisasian masyarakat berbasis desa. Ia menekankan pentingnya data sosial, pemetaan kebutuhan lokal, dan kerja kolaboratif lintas komunitas agar gerakan mahasiswa benar-benar relevan dengan realita.
“Jangan jadi aktivis yang hanya ramai di sosial media tapi tidak dikenal di kampungnya. Gerakan sejati itu yang punya akar dan dampak,” ungkap Dipo.
Generasi Digital, Arahkan Akses Jadi Aksi
Dalam sesi diskusi interaktif, narasumber mengkritisi sikap pasif mahasiswa di tengah derasnya informasi digital. Fenomena scrolling tanpa makna dan hilangnya daya refleksi menjadi tantangan besar bagi generasi hari ini. Para pembicara mendorong mahasiswa untuk memperkuat daya literasi dan kemampuan berpikir kritis agar tak terjebak menjadi konsumen informasi semata.
“Semua orang sekarang merasa tahu, padahal tidak semua informasi itu benar. Kita harus belajar memilah, mencerna, dan bertindak,” kata Royhan dalam sesi diskusi.
Baca Juga: Dosen Umsida: Konflik Israel dan Iran Memanas, Krisis Global di Ambang Pintu
Acara ditutup dengan penegasan dari moderator M Ghulam Saifulloh bahwa forum seperti ini adalah bagian dari ikhtiar kolektif mahasiswa untuk menghidupkan kembali peran intelektual yang membumi dan berdampak.
“Mulai dari diri sendiri, dari sekitar, dan dari sekarang. Jangan tunggu ideal untuk bergerak,” pungkas Ghulam disambut tepuk tangan peserta.
Penulis: Akhmad Hasbul Wafi