Fai.umsida.ac.id– Fakultas Agama Islam (FAI) Umsida menghadirkan Visiting Lecturer internasional dengan salah satu pemateri Ustadz Farikh Marzuqi Ammar, Lc., MA., dosen PBA Umsida, yang menyampaikan materi tentang fiqh dakwah di era digital pada Senin, 22 Desember 2025.
Baca Juga: Visiting Lecturer FAI Umsida 2025 Bahas Dakwah Islam Digital di Era Multikultural
Kegiatan ini digelar sebagai forum akademik untuk merespons tantangan dakwah di ruang siber, sekaligus memperkuat strategi komunikasi Islam yang tetap berpegang pada nilai syariah melalui pemanfaatan media sosial dan teknologi.
Menggabungkan prinsip klasik dan perangkat digital
Dalam paparannya, Ustadz Farikh menegaskan bahwa “fiqh dakwah digital” bukan sekadar memindahkan ceramah ke internet, tetapi menerapkan prinsip dakwah tradisional dengan pendekatan kreatif yang sesuai dengan karakter media digital. Prinsip seperti hikmah, mauidhah hasanah, amar ma’ruf nahi munkar, serta keteladanan (dakwah bil hal) tetap menjadi fondasi, namun format penyampaiannya perlu adaptif terhadap kebiasaan audiens saat ini.
Ia mencontohkan pemanfaatan media sosial, konten interaktif, video pendek, serta visualisasi berupa infografik sebagai perangkat yang bisa memperluas jangkauan dakwah jika dikelola dengan strategi yang tepat. Menurutnya, daya tarik visual dan keringkasan pesan tidak boleh mengorbankan akurasi dan adab. Dalam salah satu penekanan materinya, ia menyatakan bahwa pendakwah masa kini perlu kuat secara keilmuan sekaligus cakap memanfaatkan media modern untuk tujuan dakwah.
Etika dan tantangan dakwah di ruang siber
Ustadz Farikh juga memetakan tantangan dakwah digital, mulai dari banjir informasi, distraksi yang tinggi pada generasi muda, hingga konten lintas budaya yang berpotensi menggeser identitas keagamaan jika tidak diimbangi literasi dan konten Islam yang kredibel.
Konteks ini menjadi semakin relevan karena ruang digital di Indonesia terus membesar. Data Digital 2025 menunjukkan pengguna internet Indonesia mencapai ratusan juta, dan identitas pengguna media sosial juga sangat besar, sehingga dakwah digital berhadapan dengan audiens yang luas sekaligus beragam. Data APJII juga menggambarkan penetrasi internet yang tinggi di Indonesia, memperkuat alasan mengapa dakwah perlu hadir dengan pendekatan yang terencana di ruang online.
Pada bagian “dawabit” atau rambu-rambu, ia menekankan beberapa prinsip penting: ikhlas, lembut dalam komunikasi, menghindari debat yang memecah-belah, tidak menyerang figur, serta menyampaikan pesan sesuai kapasitas audiens. Fokusnya adalah memperkuat persamaan, bukan memperlebar perbedaan, karena algoritma media sosial sering membuat konflik lebih cepat viral daripada edukasi.
Penguatan etika ini sejalan dengan kajian akademik tentang dakwah digital yang menempatkan moderasi dan etika komunikasi sebagai isu utama di era media sosial.
Strategi dan pemanfaatan AI yang tetap terkendali
Selain membahas konten, Ustadz Farikh menyoroti kebutuhan perencanaan strategis dan penguatan SDM. Ia mengkritik kebiasaan dakwah digital yang berjalan sporadis tanpa tujuan terukur, sehingga dampaknya tidak konsisten. Solusi yang ia tawarkan mencakup penyusunan target audiens, konsistensi tema, kolaborasi kelembagaan, serta penguatan kapasitas dai yang menguasai ilmu syar’i dan kemampuan media.
Bagian yang paling aktual adalah pembahasan pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) dalam dakwah: mulai dari chatbot untuk tanya-jawab dasar, analisis minat audiens untuk personalisasi konten, penerjemahan materi dakwah lintas bahasa, sampai pengelolaan administrasi lembaga dakwah. Namun, ia memberi batas tegas: penggunaan AI harus disertai verifikasi, karena risiko kesalahan informasi agama dapat berimplikasi serius.
Peringatan ini juga didukung riset terkini yang menyoroti potensi chatbot dalam pembelajaran fikih sekaligus risikonya, seperti misinformasi dan problem akuntabilitas etis. Kajian lain menegaskan bahwa bias dan “halusinasi” AI dapat muncul dalam konteks otoritas keagamaan, sehingga literasi dan mekanisme kontrol tetap dibutuhkan.
Baca Juga: UAE Program Jadi Ruang Kreatif Anak Berani Tampil dan Berbahasa Asing
Melalui materi tersebut, Visiting Lecturer FAI Umsida menempatkan dakwah digital sebagai kerja ilmiah dan kerja peradaban: bukan hanya soal ramai di media sosial, tetapi soal menjaga ketepatan pesan, adab komunikasi, dan efektivitas strategi agar nilai Islam tersampaikan luas tanpa kehilangan kedalaman dan tanggung jawab ilmiah.
Penulis: Akhmad Hasbul Wafi























