Fai.umsida.ac.id – Dalam rangka menyambut Hari Raya Qurban 1446 H, Dr Imam Fauji Lc MPd, Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (FAI Umsida), tampil sebagai narasumber dalam program interaktif radio Suara Surabaya FM 100, Kamis malam, 5 Juni 2025.
Baca Juga: Dekan FAI Umsida Jelaskan Makna Ibadah Qurban Yang Jarang Orang Ketahui !
Mengusung tema “Pengorbanan dengan Merelakan”, acara ini mengajak pendengar untuk menggali sisi terdalam dari makna qurban dalam konteks spiritual, sosial, dan kemanusiaan.
Kehadiran beliau di radio ternama tersebut menjadi ruang edukatif sekaligus reflektif bagi masyarakat luas untuk memahami bahwa ibadah qurban tidak hanya soal menyembelih hewan, tetapi tentang keberanian melepaskan, ketulusan berbagi, dan keikhlasan mengorbankan ego demi kemaslahatan bersama.
Qurban sebagai Cermin Ketakwaan dan Keikhlasan
Dalam siaran yang disiarkan langsung pukul 19.00 WIB, Dr. Imam menjelaskan bahwa perintah qurban dalam Islam pada dasarnya merupakan manifestasi ketakwaan kepada Allah SWT. Ia menekankan bahwa menyembelih hewan ternak seperti kambing, sapi, atau unta yang dilakukan pada Hari Raya Idul Adha dan hari-hari tasyrik bukan sekadar ritual, tetapi simbol dari kesungguhan seorang hamba dalam mendekatkan diri kepada Tuhannya.
“Qurban sejatinya adalah tentang memilih dan memberi yang terbaik, sebagaimana kisah dua anak Nabi Adam yang termaktub dalam Al-Qur’an. Yang satu mempersembahkan hewan terbaiknya, dan yang satu lagi hanya ala kadarnya. Allah hanya menerima persembahan yang disertai ketakwaan dan ketulusan,” jelasnya.
Ia pun menggarisbawahi bahwa makna memberi yang terbaik ini tidak hanya berlaku untuk hewan kurban, tetapi juga harus menjadi prinsip hidup sehari-hari. Dalam berilmu, bekerja, bersosial, bahkan dalam mengambil keputusan—umat Islam diajak untuk senantiasa berorientasi pada kualitas terbaik demi keridhaan Allah.
Menyembelih Ego: Qurban dalam Kehidupan Sehari-Hari
Salah satu poin menarik yang diangkat dalam talkshow tersebut adalah penafsiran qurban dalam ranah psikologis dan sosial. Dr. Imam menjelaskan bahwa qurban bukan hanya menyembelih hewan secara fisik, tetapi juga menyembelih “hewan batin” yang ada dalam diri manusia, seperti egoisme, keangkuhan, dan kecintaan terhadap dunia.
“Ketika seseorang sanggup melepaskan kepentingan pribadinya demi orang lain, saat itu sejatinya ia sedang berqurban. Ia sedang merelakan sesuatu yang mungkin ia cintai demi kemaslahatan yang lebih luas,” paparnya.
Ia juga menyoroti pentingnya keberanian untuk merelakan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara. Dalam setiap relasi sosial, individu akan dihadapkan pada pilihan: mempertahankan egonya atau melepaskan demi keharmonisan. Di sinilah, kata beliau, semangat qurban mengambil peran penting.
“Contoh kecilnya ketika kita harus mengalah dalam sebuah konflik rumah tangga atau dalam diskusi kelompok. Itu qurban dalam bentuk sosial. Kita menyembelih ego demi menjaga keutuhan dan kedamaian,” tambahnya.
Kepentingan Umum Lebih Utama: Spirit Qurban dalam Tata Sosial
Dalam segmen akhir acara, Dr. Imam mengajak masyarakat untuk merenungkan satu kaidah penting dalam Islam: “al-mashalih al-‘ammah muqaddamah ‘ala al-mashalih al-khassah”—bahwa kepentingan umum lebih didahulukan daripada kepentingan pribadi. Menurutnya, semangat qurban adalah semangat kolektif untuk menjunjung nilai-nilai kemanusiaan dan kepedulian sosial.
“Ketika lampu merah menyala, kita berhenti bukan karena tidak punya kepentingan, tapi karena ada sistem sosial yang harus dijaga. Begitu pula dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kadang pemerintah perlu membuat kebijakan yang mengorbankan kenyamanan individu demi keselamatan dan kemaslahatan bersama,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa pemahaman seperti inilah yang perlu terus disebarluaskan kepada generasi muda, terutama mahasiswa dan civitas akademika, agar mereka tidak hanya memahami agama secara ritual, tetapi juga substantif dan kontekstual.
“Jangan hanya sibuk mencari hewan kurban terbaik saat Idul Adha, tapi lupakan tentang menyembelih ego, melepaskan ambisi, dan belajar ikhlas di hari-hari biasa,” tegasnya menutup sesi wawancara.
Melalui kesempatan di Suara Surabaya FM ini, Dr Imam Faji tidak hanya mengedukasi pendengar tentang syariat qurban, tetapi juga mengajak untuk memahami dimensi terdalam dari ibadah tersebut: sebuah pengorbanan dengan merelakan. Dalam dunia yang serba kompetitif dan individualistik, nilai-nilai seperti ini menjadi fondasi penting untuk membangun masyarakat yang lebih peduli, inklusif, dan bertakwa.
Baca Juga: Umsida Rayakan Idul Adha dengan Semangat Berbagi Melalui Penyembelihan 22 Hewan Kurban
FAI Umsida sebagai lembaga pendidikan Islam senantiasa mendorong dosen dan civitasnya untuk aktif memberikan kontribusi intelektual dan spiritual kepada masyarakat. Talkshow ini menjadi bukti nyata bahwa dakwah dapat dilakukan dengan berbagai media, termasuk siaran radio, demi menyebarkan nilai-nilai luhur Islam yang mencerahkan dan membebaskan.
Penulis: Akhmad Hasbul Wafi