Fai.umsida.ac.id – Pemerintah Arab Saudi resmi tidak menerbitkan visa haji furoda atau visa mujamalah pada musim haji tahun 2025. Keputusan ini memicu berbagai reaksi dari masyarakat, khususnya para calon jamaah yang gagal berangkat ke Tanah Suci.
Baca Juga: Mahasiswa PAI Umsida Raih Juara 3 Karate di Ajang Pomprov Jatim III 2025
Menanggapi hal tersebut, Dosen Pendidikan Agama Islam (PAI) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Rahmad Salahuddin TP SAg MPdI, memberikan pandangan mendalam terkait fenomena ini.
Tiga Skema Haji dan Polemik Visa Furoda
Menurut Rahmad, secara umum ada tiga skema pemberangkatan haji yang berlaku bagi warga Indonesia: haji reguler, haji khusus, dan haji furoda. Ketiganya memiliki jalur dan mekanisme yang berbeda dalam proses pendaftaran dan pelaksanaannya.
“Haji reguler adalah jalur yang umum digunakan masyarakat, dengan masa tunggu yang cukup panjang. Haji khusus sedikit lebih cepat, sekitar lima tahun, namun dengan biaya lebih tinggi,” jelasnya.
Sedangkan haji furoda, lanjut Rahmad, merupakan jalur non-kuota yang menggunakan visa undangan langsung dari Kerajaan Arab Saudi. Karena bersifat istimewa dan terbatas, keberangkatan haji furoda sepenuhnya bergantung pada keputusan pemerintah Arab Saudi.
“Mereka memiliki wewenang penuh untuk membuka atau menutup kuota visa furoda, serta menentukan siapa saja yang diundang,” terang dosen yang juga tengah menempuh studi S3 di UMM ini.
Ia menjelaskan bahwa jamaah haji furoda biasanya diberangkatkan mendekati puncak ibadah haji dan pulang lebih awal dibanding jamaah haji reguler. Fasilitas yang diterima pun biasanya lebih mewah dan strategis.
Kesalahpahaman Masyarakat dan Dampak Sosial
Namun dalam praktiknya, menurut Rahmad, banyak terjadi kesalahpahaman di masyarakat mengenai haji furoda. “Seringkali haji furoda dipersepsikan sama dengan haji khusus, padahal keduanya memiliki dasar visa dan prosedur yang berbeda,” ungkapnya.
Ia mencontohkan insiden tahun 2024, di mana sejumlah calon jamaah gagal melaksanakan ibadah haji meskipun telah membayar biaya tinggi. Mereka tergiur embel-embel “fasilitas mewah” namun ternyata menggunakan visa yang tidak sah.
“Akibatnya, mereka tidak bisa melaksanakan haji dengan tenang di Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Bahkan harus sembunyi-sembunyi dari askar agar tidak diketahui,” ujarnya prihatin.
Tak hanya itu, Rahmad juga menyoroti dampak sosial yang ditimbulkan, seperti kekacauan distribusi konsumsi. “Ada beberapa kasus di mana jamaah furoda nekat ikut layanan konsumsi jamaah reguler. Ini tentu mengurangi hak jamaah lain yang memang sah secara administratif,” katanya.
Dengan tidak diterbitkannya visa furoda tahun ini, Rahmad menyebutkan bahwa travel haji dan penyelenggara layanan juga menjadi pihak yang terdampak. Tanpa undangan resmi, tidak ada dasar hukum untuk memberangkatkan jamaah.
Edukasi Masyarakat dan Pentingnya Kesadaran Ibadah
Rahmad mengimbau agar masyarakat lebih cermat dalam memilih jalur keberangkatan haji. “Kita harus pahami bahwa haji furoda bukan jalur komersial, melainkan bentuk undangan diplomatik dari Kerajaan Arab Saudi,” tegasnya.
Ia merekomendasikan jalur haji khusus sebagai opsi yang aman bagi mereka yang ingin menunaikan ibadah haji tanpa masa tunggu terlalu lama. Meski biayanya tinggi, jalur ini memiliki legalitas dan fasilitas resmi dari pemerintah.
“Yang paling penting, masyarakat perlu diedukasi secara utuh tentang apa itu haji furoda. Jangan sampai termakan iming-iming tanpa dasar yang jelas,” tambah Anggota Divisi ISMUBA (Al Islam, Kemuhammadiyahan, dan Bahasa Arab) Majelis Dikdasmen PWM Jatim itu.
Rahmad juga menekankan bahwa ibadah haji sejatinya adalah panggilan dari Allah SWT. “Walau sudah siap secara materi, kalau belum waktunya, maka tidak akan berangkat. Sebaliknya, jika Allah telah memanggil, maka akan ada jalan untuk bisa sampai ke Baitullah,” pungkasnya dengan penuh refleksi.
Baca Juga:LKMM TL BEM Umsida 2025, Bekal Mahasiswa Sebagai Pemimpin dan Mengabdi kepada Masyarakat
Dengan adanya keputusan ini, ia berharap umat Islam semakin bijak dalam menyikapi peluang beribadah ke Tanah Suci dan menjadikan haji sebagai ibadah yang dijalani dengan ilmu, niat tulus, dan kesiapan lahir batin.
Penyunting: Akhmad Hasbul Wafi